0811-7777-088 | Menyelamatkan Penerimaan Pajak | Konsultan Bisnis Batam



Menyelamatkan Penerimaan Pajak
Kabar tak baik terus menyelimuti pendapatan negara awal tahun ini. Sejak Januari, pendapatan pajak memberikan indikasi yang membuat sakit kepala bagi otoritas fiskal.
Betapa tidak, hingga kuartal pertama tahun ini berakhir, pendapatan pajak justru lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu, di saat sebenarnya perekonomian memberikan tanda-tanda membaik.

Menurut laporan koran ini, Selasa (12/4/2016), pendapatan pajak non migas selama kuartal pertama 2016 baru mencapai Rp181,4 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang masih mencapai Rp190,5 triliun.

Salah satu kontributor penurunan pendapatan pajak selama kuartal I adalah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang baru mencapai Rp72,8 triliun, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp82,6 triliun.

Menteri Keuangan Bambang Sumantri Brodjonegoro memang memiliki alasan penyebab musiman, bahwa setiap kuartal I, biasanya tren konsumsi masyarakat rendah. Ini yang menjadi penyebab penerimaan PPN rendah.

Bisa jadi klaim pemerintah itu benar. Namun, penurunan penerimaan kuartal I tahun ini dibandingkan dengan kuartal I tahun lalu amat perlu diwaspadai. Pasalnya, tren penerimaan pajak yang menurun tersebut justru tidak sejalan dengan beberapa data yang sempat dilansir harian ini, yang menunjukkan geliat bisnis di awal tahun. Ini ditandai dengan kenaikan indeks tendensi bisnis dan Purchasing Managers Index.

Angka PMI Maret saja telah menembus level 50,3, yang berarti menandakan bahwa aktivitas dunia usaha mulai ekspansi. PMI adalah indikator untuk melihat seberapa besar aktivitas pengadaan oleh perusahaan-perusahaan, termasuk pemesanan bahan baku maupun barang modal.

Sepanjang tahun lalu, PMI selalu di bawah angka 50 yang menandakan perekonomian lesu. Sebaliknya, sejak Januari PMI Indonesia terus bergerak naik, mulai level 47, kemudian 48 dan pada Maret tembus 50. Indeks PMI di level 50 menandakan adanya aktivitas dunia usaha yang bergairah kembali.

Selain itu, gerakan bisnis yang didorong oleh proyek infrastruktur, juga memberikan tambahan keyakinan bahwa aktivitas bisnis terus bergeliat. Ini seharusnya mendorong peningkatan konsumsi masyarakat akibat lapangan kerja yang relatif tersedia.

Namun, apa boleh dikata, data penerimaan pajak justru terjadi sebaliknya. Ada beberapa asumsi yang patut diwaspadai. Pertama, ada kemungkinan data indikator ekonomi makro yang terpublikasikan tidak benar-benar mencerminkan keadaan perekonomian yang sebenarnya.

Kedua, terdapat kemungkinan program intensifikasi dan ekstensifikasi pajak belum berjalan efektif karena berbagai hal termasuk akibat kelemahan administrasi perpajakan. Sistem perpajakan berbasis teknologi informasi, misalnya, sejauh ini baru sebatas impian yang belum menjadi kenyataan. Bahkan sistem pajak online yang dipakai untuk pelaporan SPT pada akhir Maret lalu sempat ngadat, yang membuat Direktorat Jenderal Pajak mengundurkan batas waktu pelaporan SPT secara elektronik hingga akhir April.

Ketiga, beberapa kebijakan pemerintah dalam paket ekonomi belum berjalan efektif. Sebut saja kebijakan revaluasi aset, yang tampaknya tidak mendapat sambutan yang antusias dari pelaku usaha.

Keempat, ini yang patut diwaspadai betul. Penerimaan PPN yang turun signifikan, sekitar Rp10 triliun selama kuartal I tahun ini, boleh jadi terkait dengan aktivitas transaksi digital dalam penjualan ritel yang semakin marak akhir-akhir ini.

Kita tahu, transaksi digital melalui e-commerce nyaris bebas pajak. Apalagi bagi penyelenggara e-commerce yang berbasis di luar negeri, yang tidak terjangkau oleh tangan-tangan aparatur pajak.

Padahal, transaksi digital naik dua kali lipat setiap tahun dalam lima tahun terakhir. Sebaliknya, catatan Bisnis menyebutkan penjualan ritel di Indonesia merosot selama kuartal I tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu.

Harian ini mencatat, kondisi tersebut akan menjadi titik krusial bagi sistem perpajakan dan prospek penerimaan pajak ke depan. Apabila Kementerian Keuangan tentu saja bersama instansi terkait termasuk Kementerian Informasi dan Komunikasi dan Kementerian Perdagangan — gagal mengidentifikasi potensi perpajakan dari transaksi digital dengan regulasi yang proper, ancaman hilangnya potensi penerimaan perpajakan akan semakin nyata.

Oleh karena itu, sembari memperkuat reformasi perpajakan–melalui sistem tarif yang baru, tax amnesty dan perbaikan ketentuan umum perpajakan—mau tidak mau pemerintah ditantang untuk bersungguh-sungguh merancang pendekatan perpajakan yang mampu menyentuh bisnis dan aplikasi digital di masa yang akan datang. Bukan sekadar memburu pelaku ekonomi konvensional.

Kunjungi Link Youtube Kami:
https://youtu.be/k3UFnWRdjvU 

Kunjungi Situs Jasa  Kami(Jovindo Solusi Batam)



Anda sedang mencari konsultan pajak batam ?

Silahkan Hubungi Nomor Ini : 0811-7777-088 (Jovindo Solusi Batam) 

0 Response to "0811-7777-088 | Menyelamatkan Penerimaan Pajak | Konsultan Bisnis Batam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel